Bismillahirrohmanirrohimm ..
Assalamualaikum Sahabat, bagaimana kabarmu
hari ini ? Semoga selalu dalam keadaan sehat wal’afiat, dalam keadaan iman yang
selalu meningkat, dan selalu dalam dzikir pada Allah SWT.. Postingan hari ini,
Wanita terkemuka pada Zaman Rasululloh , selamat membaca ! ^^
Oyah, ku ucapkan terima kasih bagi sahabat yang rela luangkan waktu singgah di blog sederhana ini. Jazakumullah ^^
KISAH Aisyah
Ummul Mukminin, Wanita Terkemuka Pada Zamannya
REPUBLIKA.CO.ID, Seorang perempuan periwayat
hadits terbesar pada masanya. Dia juga terkenal sebagai seorang yang cerdas,
fasih, dan mempunyai ilmu bahasa yang tinggi. Dia merupakan salah seorang
terpenting yang mempunyai pengaruh besar dalam penyebaran ajaran-ajaran Islam.
Dia dilahirkan di Makkah kira-kira pada tahun
kedelapan sebelum Hijriyah. Ketika Khadijah meninggal dunia, Rasulullah merasa
amat sedih hingga dirinya merasa khawatir. Kemudian, saat tekanan kesedihan
mereda beliau berusaha mengalihkan perhatian dengan mengunjungi rumah Abu Bakar
Ash-Shiddiq dan berkata, “Wahai Ummu Ruman, jagalah Aisyah anak perempuanmu itu
dengan baik, dan peliharalah dia!”
Oleh karena ucapan Rasulullah ini, Aisyah
mempunyai kedudukan istimewa dalam keluarganya. Sejak Abu Bakar masuk Islam
hingga masa hijrah, Rasulullah tak pernah lupa mengunjungi rumah Abu Bakar dan
keluarganya.
Rasulullah menikahi Aisyah dan memberinya 400
dirham. Hal tersebut terjadi di Makkah pada bulan Syawal tiga tahun sebelum
Hijrah. Pada saat itu Aisyah masih berumur tujuh tahun. Namun Rasulullah baru
membangun bahtera rumah tangga dengan Aisyah ketika dia sudah berumur sembilan
tahun di Madinah, pada bulan Syawal tahun pertama Hijrah. Aisyah adalah seorang
wanita yang paling beruntung yang dipunyainya, dan paling dicintainya diantara
istri-istri Rasul yang lain.
Bahkan saking cintanya Rasulullah saw pada
Aisyah, beliau mendoakannya dengan doa, “Ya Allah, ampunilah Aisyah dari
dosanya yang telah lalu dan yang akan datang, yang tersembunyi dan yang
terlihat.”
Aisyah juga amat mencintai Rasulullah SAW.
Pada suatu ketika, Nabi saw datang padanya dan berkata, “Aku akan menawarkan
padamu suatu perkara, kau tidak perlu terburu-buru untuk memutuskannya hingga
kau berdiskusi dengan kedua orang tuamu.”
Aisyah bertanya, “Tentang apa ini, ya
Rasulullah?”
Kemudian Nabi SAW membacakan, “Hai Nabi,
katakanlah kepada isteri-isterimu: "Jika kamu sekalian mengingini
kehidupan dunia dan perhiasannya, marilah supaya kuberikan kepadamu mut'ah dan
aku ceraikan kamu dengan cara yang baik. Dan jika kamu sekalian menghendaki
(keridhaan) Allah dan Rasul-Nya serta (kesenangan) di negeri akhirat, maka
sesungguhnya Allah menyediakan bagi siapa yang yang berbuat baik di antaramu
pahala yang besar.” (QS Al-Ahzab: 28-29)
Aisyah berkata, “Lalu untuk apa kau
menyuruhku berunding dengan kedua orang tuaku, padahal aku telah tahu. Demi
Allah, kedua orang tuaku tidak akan menyuruhku untuk berpisah darimu. Bahkan
aku telah memutuskan untuk memilih Allah, Rasul-Nya dan akhirat.” Nabi merasa
gembira dengan ucapan Aisyah itu dan merasa takjub.
Kecintaan besar yang dinikmati Aisyah tentu
saja merupakan faktor pemicu pada sebagian orang untuk merasa iri dan cemburu.
Sehingga mereka melemparkan tuduhan pada wanita suci ini, kemudian Allah
membebaskan dirinya dari segala tuduhan tersebut, dan kisah itu termaktub dalam
Al-Quran. Setelah kejadian itu, kedudukan Aisyah semakin bertambah mulia dan
Rasulullah SAW semakin bertambah cinta padanya.
Ketika Ali bin Abi Thalib menjabat sebagai
khalifah ketiga menggantikan Utsman, Aisyah terlibat dalam gerakan orang-orang
yang menuntut balas atas pembunuhan khalifah kedua itu. Sesuatu yang belum
dilakukan oleh pemerintahan Ali. Konflik inilah yang kelak dikenal dengan
Perang Jamal (unta).
Pada saat terjadi pertempuran, pasukan Aisyah
kalah. Setelah itu, Ali memerintahkan Muhammad bin Abu Bakar, saudara Aisyah,
untuk mengantarkan Ummul Mukminin. Muhammad mengantar Aisyah ke rumah Abdullah
bin Khalaf Al-Khuza’i, salah seorang yang gugur dalam pertempuran hari itu.
Kemudian Ali menyiapkan segala sesuatu, berupa tunggangan, perbekalan, dan
makanan untuk Aisyah.
Pada hari Aisyah hendak meninggalkan kota
Basrah, Ali datang padanya dan berdiri di sampingya. Banyak pula orang yang
datang, lalu Aisyah keluar menemui mereka untuk mengucapkan salam perpisahan.
Aisyah berkata, “Wahai anak-anakku, kita saling menegur satu sama lain dengan
santun dan sopan untuk mencari kebenaran, maka janganlah kalian saling
bermusuhan satu sama lainnya yang dapat menimbulkan perpecahan. Sungguh demi
Allah, apa yang terjadi antara diriku dan Ali di masa lalu merupakan sesuatu
yang terjadi antara perempuan dan kawan karibnya. Sesungguhnya bagi diriku
merupakan teguran dari orang-orang yang terpilih.”
Ali menambahkan, “Wahai manusia, benar ucapan
Aisyah, demi Allah apa yang disampaikannya merupakan kebenaran yang
sesungguhnya. Apa yang telah terjadi antara diriku dan dirinya sebagaimana yang
telah diucapkannya. Sesungguhnya dia adalah istri Nabi kalian di dunia dan
akhirat.”
Ketika Amirul Mukminin Ali bin Abu Thalib
terbunuh, berita duka tersebut sampai ke Madinah. Kesedihan melanda kota
Madinah, persis saat kesedihan mereka menghadapi wafatnya Rasulullah SAW.
Aisyah juga teramat sedih dan berlinang air mata, bukan tangisan yang
dibuat-buat.
Keesokan harinya, dikatakan Aisyah pergi
menuju makam Rasulullah. “Wahai Rasulullah, dan juga para sahabatmu,” kata
Aisyah, “Aku datang membawa berita duka padamu. Orang yang paling kau sayangi,
orang yang selalu kau ingat sepanjang hidupmu, orang yang paling mulia di
sisimu telah terbunuh. Demi Allah, orang yang mempunyai istri terbaik diantara
para wanita itu telah terbunuh. Demi Allah, orang yang beriman dan memegang
teguh amanah telah wafat. Sungguh diriku merasa sedih dan banyak orang yang
menangis karena kepergiannya.”
Aisyah juga dikenal sebagai pembawa bendera
dalam bidang keilmuan dan pengetahuan di masanya. Seakan-akan dia lampu terang
yang menyinari para ahli ilmu dan penuntut ilmu. Bahkan sahabat Nabi saw datang
padanya untuk menanyakan tentang ilmu yang masih sulit dimengerti dan beberapa
masalah keilmuan, dia memberikan jawaban yang memuaskan dengan tenang dan
teliti. Suatu jawaban yang tidak mudah diberikan kecuali oleh orang yang sudah
mencapai tahap keilmuan yang tinggi.
Aisyah juga terhitung salah seorang yang keilmuannya
melampaui banyak orang lainnya dalam hal Al-Qur’an, hadits, fiqh, syair,
cerita-cerita Arab, hari-hari mereka dan nasab mereka.
Menurut perhitungan, diantara orang-orang
yang menghapal hadits dari para sahabat lebih dari seratus tiga puluh orang,
lelaki dan perempuan. Dan orang yang paling banyak hapalannya diantara mereka
ada tujuh orang; Umar bin Khathab, Ali bin Abi Thalib, Abdullah bin Mas’ud,
Aisyah Ummul Mukminin, Zaid bin Tsabit, Abdullah bin Abbas dan Abdullah bin
Umar.
Aisyah meriwayatkan beberapa hadits dari
Rasulullah SAW, Abu Bakar, Umar bin Khathab, Fatimah Zahra, Sa’ad bin Abi
Waqash, Hamzah bin Amr Al-Aslami, Judzamah binti Wahab, sekitar 2.210 hadits.
Oleh karena itu, Aisyah termasuk salah seorang periwayat hadits yang paling banyak.
Peringkatnya di bawah prestasi Abu Hurairah
yang meriwayatkan 5.394 hadits, dan tepat di bawah Abdullah bin Umar bin
Khattab yang meriwayatkan 2.638 hadits. Aisyah berada di atas prestasi Ibnu
Abbas yang meriwayatkan 1.660 hadits. Setelah itu Jabir bin Abdullah Al-Anshari
yang meriwayatkan 1.540 hadits, dan dia berada di atas Abu Sa’id yang
meriwayatkan 1.170 hadits.
Dari dulu Aisyah dikenal sebagai orang yang
jujur, banyak beribadah, tahajud, dan berpuasa. Aisyah juga dikenal sebagai
orang yang pemalu. Ketika dia masuk ke dalam rumah yang di dalamnya terdapat
makam Rasulullah dan Abu Bakar dia tidak perlu memakai hijab, karena dua orang
tersebut adalah suami dan ayahnya. Namun ketika Umar bin Khattab dikubur di
sebelah keduanya, dia tidak lagi membuka hijabnya karena malu kepada Umar bin
Khathab.
Aisyah wafat pada 17 Ramadhan tahun 57 H, ada
juga yang mengatakan tahun 58 H, di Madinah, dalam usia 66 tahun. Dia
menginginkan agar dikuburkan pada malam hari. Orang-orang Anshar berkumpul, dan
tiada satu malam yang pernah mereka saksikan sebelumnya dengan lautan manusia
yang mengiringi jenazah Aisyah pada malam itu.
Aisyah dikuburkan di Baqi’ dan dishalatkan
oleh Abu Hurairah yang menjadi imam. Ada lima orang yang turun ke dalam liang
kuburnya; Abdullah dan Urwah (keduanya anak Zubair), Qasim dan Abdullah
(keduanya anak Muhammad bin Abu Bakar Ash-Shiddiq), dan Abdullah bin
Abdurrahman bin Abu Bakar Ash-Shiddiq.
Nah sahabat setelah membaca kisah ini semoga
giroh kita dalam berislam bisa tambah membara lagi, keinginan untuk menuntut
ilmu bisa lebih semangat lagi dan mengamalkannya tentunya. Semoga kisah ini
bermanfaat ^^.
“Sesungguhnya pada diri
Rasulullah ada teladan yang baik bagimu, yaitu bagi orang yang mengharap Allah
dan hari akhir serta banyak berdzikir kepada Allah.” (Al-Ahzab: 21)
Sumber : duniaislam99.blogspot.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar