Bismillahirrohmanirrohimm ..
Segala puji hanya bagi Allah SWT Tuhan
semesta alam, sholawat serta salam selalu tercurah pada Baginda Nabi Muhammad
SAW. Semoga kisah ini bisa memberikan pelajaran bagi ku sendiri khususnya dan bagi semua ..
KISAH SU’UL
KHATIMAH
Oleh : Ahmad Al-Qahthany
Salah seorang pelaut mengisahkan kepadaku
sebuah kisah yang pernah terjadi di kapal mereka. Ia berkata,”Kami berlayar di
atas kapal mengitari berbagai negeri untuk mencari rizki. Pada sebuah
perjalanan, kami ditemani oleh seorang pemuda yang shalih, tulus hatinya, baik
budi pekertinya. Kami melihat pancaran ketakwaan yang memancar dari wajahnya,
cahaya dan keceriaan tergambar pada kehidupannya.
Kami tidak melihatnya kecuali dalam keadaan
wudhu, shalat, atau dalam keadaan memberikan nasihat dan arahan. Jika telah
datang waktu shalat, dia adzan untuk kami dan shalat memimpin kami. Jika salah
seorang di antara kami tertinggal atau terlambat dia menegur dan menasihatinya.
Kami senantiasa dimanjakan dengan nasihat-nasihatnya sepanjang perjalanan kami.
Lautpun mengantarkan kami menuju sebuah pulau
dari kepulauan di India, kemudian kami pun berlabuh di sana. Sudah menjadi
kebiasaan para pelaut, menjadikan hari-hari berikutnya sebagai untuk
beristirahat, setelah penatnya perjalanan jauh. Mereka berjalan-jalan di
pasar-pasar kota untuk membeli barang-barang asing yang mereka temukan sebagai
oleh-oleh untuk keluarga dan sanak saudara. Kemudian mereka kembali ke kapal di
malam hari.
Di antara mereka ada beberapa orang yang
terjerumus ke dalam kesesatan. Mereka pergi ke tempat-tempat permainan,
mengumbar hawa nafsu ke tempat-tempat hina dan pelacuran. Sedangkan pemuda
shalih tersebut sama sekali tidak turun dari kapal, bahkan dia menghabiskan
hari-harinya untuk membenahi kapal dan apa saja yang dibutuhkan untuk
diperbaiki. Demikian pula ia sibukkan dirinya dengan berdzikir, membaca al-Qur
an dan shalat.
Pada suatu ketika, saat pemuda tersebut sibuk
dengan pekerjaannya, tiba-tiba datanglah salah seorang awak kapal yang termasuk
orang-orang yang mengikuti hawa nafsunya dengan melakukan segala perbuatan yang
berseberangan dengan amal-amal shalih, dan berakhlak dengan akhlak yang rendah.
Dia berbisik kepadanya seraya berkata,”Wahai sahabatku, kenapa engkau berdiam
diri di kapal tidak menyertai kami? Kenapa engkau tidak turun hingga melihat
dunia yang bukan duniamu? Kamu akan melihat apa-apa yang bisa menyenangkan
hatimu, dan menggembirakan jiwamu! Aku tidak berkata kepadamu, mari menuju
tempat-tempat pelacuran, tidak juga ke tempat-tempat kebinasaan dan kemurkaan
Allah Subhanahu wa Ta’ala. Akan tetapi marilah, lihatlah kepada tempat-tempat
permainan ular, bagaimana bermain-main dengan ular, melihat kepada penunggang
gajah, bagaimana dia menjadikan belalainya sebagai tangga kemudian dia naik
dengan kedua kaki dan tangannya hingga mendirikannya di atas satu kaki.
Lihatlah kepada orang yang berjalan di atas paku, orang yang mengunyah bara api
seperti mengunyah buah-buahan, orang yang meminum air laut yang menyegarkannya
seperti air tawar menyegarkannya. Wahai saudaraku turunlah, dan lihatlah
manusia.
Maka jiwa pemuda itupun tergerak rindu
terhadap apa yang ia dengar. Maka dia berkata,”Apakah yang kamu sebutkan memang
di luar sana?’ Maka berkatalah teman yang buruk tersebut: ‘Ya, turunlah,
lihatlah apa yang bisa menyenangkanmu’.
Maka turunlah pemuda shailih tersebut bersama
dengan temannya. Keduanya berjalan-jalan di pasar kota dan berbagai sudut jalan
hingga masuk ke sebuah jalan kecil yang sempit. Keduanya sampai di penghujung
jalan di depan sebuah rumah kecil. Temannya masuk ke dalam rumah tersebut dan
meminta kepada pemuda tadi untuk menunggunya dan berkata,”Sebentar lagi aku
akan mendatangimu, tetapi kamu jangan mendekat ke rumah itu.”
Duduklah pemuda tersebut jauh dari pintu. Dia
habiskan waktunya membaca dan berdzikir. Tiba tiba, dia mendengar suara tawa
keras terbahak-bahak, dan terbukalah pintu yang tadi dimasuki oleh temannya dan
keluarlah seorang wanita yang telah melepaskan rasa malu dan menanggalkan
akhlaknya.
Sang pemuda tergerak hatinya, diapun mendekat
ke pintu dan memasang pendengarannya untuk mengetahui apa yang ada dalam rumah.
Tiba-tiba dia mendengar suara yang lain, kemudian dia melihat dari celah-celah
pintu, pandangan diikuti dengan pandangan yang lainnya, terus bergantian. Dia
melihat sesuatu yang tidak biasa dan belum pernah ia lihat sebelumnya. Kemudian
dia kembali ke tempatnya. Saat temannya keluar, pemuda tersebut segera
menemuinya dan berkata: “Apa ini?! Celaka kamu! Ini adalah perkara yang
dimurkai Allah, dan tidak Dia ridhai.” Temannya menghardik,‘Diamlah, wahai
orang buta, wahai orang yang dungu, ini bukan urusanmu.”
Kemudian perawi kisah ini mengatakan: “Maka
kamipun kembali ke kapal, di akhir-akhir malam. Sementara sang pemuda terjaga
tidak bisa tidur sepanjang malam. Pikirannya sibuk mengurai apa yang telah
dilihatnya. Panah setan telah menguasai hatinya, pemandangan tersebut telah
menguasai batinnya. Belum lagi matahari terbit, fajar belum menyingsing tetapi
pemuda menjadi orang pertama yang turun dan kapal, dalam benaknya tidak ada
maksud lain kecuali hanya melihat-lihat, tidak ada keinginan lain kecuali hanya
untuk melihat saja. Maka pergilah dia ke tempat tersebut, selesai melihat yang
ini ia lanjutkan melihat yang itu dan begitu seterusnya melihat dari satu
pemandangan ke pemandangan lainnya, hingga akhirnya ia berani membuka pintu dan
menghabiskan waktunya di tempat tersebut. Hari berganti hari, sementara dirinya
dalam keadaan demikian.
Nahkoda kapal mencari-carinya, dan bertanya,
‘Di mana muadzdzin (tukang adzan) kita? Di mana imam shalat kita? Di mana
pemuda shalih tersebut?” Tidak ada satu pelautpun yang menjawabnya. Sang
nahkoda memerintahkan anak buahnya untuk berpencar mencarinya. Hingga sampailah
kabar kepada sang nahkoda berita tentang pemuda shalih dari orang yang pergi
menunjukkannya ke tempat maksiat tersebut. Sang nahkoda meminta orang itu
menghadap, ia memaki dan memarahinya seraya berkata: “Tidakkah kamu bertakwa
kepada Allah, dan takut adzabnya? Segera pergi ke sana dan bawa Ia kemari!”.
Maka pergilah dia menuju pemuda tersebut, berulang kali, akan tetapi sia-sia.
Orang tidak bisa membawa sang pemuda karena dia menolak dan tidak mau pulang
bersama mereka. Maka tidak ada cara lain, pemimpin kapal akhimya mengutus
beberapa orang untuk memaksanya kembali. Merekapun meringkusnya secara paksa,
dan membawanya kembali pulang ke kapal,
Perawi kisah ini melanjutkan,“Kapal tersebut
berlayar kembali menuju ke negeri asalnya. Para pelaut kembali kepada pekerjaan
mereka masing-masing, sementara sang pemuda berada di sisi kapal dalam keadaan
menangis menyesali nasib, merintih-rintih hingga hampir putus urat nadinya
karena kerasnya tangisan. Para awak kapal menghidangkan makanan untuknya, namun
ia tidak mau memakannya. Selama beberapa hari demikianlah yang terjadi padanya.
Kondisinya semakin memprihatinkan. Pada suatu malam, tangis dan rintihannya semakin
menjadi-jadi, tidak ada satu orangpun dan awak kapal yang bisa tertidur. Maka
nahkoda kapal mendatanginya dan berkata,“Wahai pemuda, bertakwalah kepada
Allah, ada apa denganmu? Sungguh rintihanmu itu mengganggu kami, kami tidak
bisa tidur, duhai engkau apa gerangan yang menjadikanmu berubah seperti ini?”
Pemuda itupun menjawab sambil menahan sakit, “Tinggalkan aku sendirian, sungguh
aku tidak mengetahui apa yang menimpaku.” Maka berkatalah nahkoda tersebut,‘Apa
yang menimpamu?”
Kemudian sang pemuda menyingkap pakaian dan
auratnya, ternyata belatung-belatung tengah berjatuhan dari kemaluannya. Bukan
main terkejutnya sang Nahkoda, tubuhnya gemetar ketakutan menyaksikan hal itu,
ia berkata,”A’udzubillahi min hadza (Aku berlindung kepada Allah dari yang demikian).”
Kemudian ia berdiri meninggalkan pemuda tersebut. Sesaat sebelum fajar, awak
kapal terbangun oleh suara keras yang memanjang, mereka segera berlari
berhamburan menuju ke sumber suara dan mereka mendapati pemuda tersebut telah
meninggal dalam keadaan menggigit kayu kapal, awak kapal mengucapkan kalimat
istirja’ (innalillahi wa innailaihi raji’un) dan berdo’a memohon kepada Allah
khusnul khatimah bagi pemuda tensebut.
Maka jadilah kisah ini sebagai pelajaran bagi
orang yang mengambil pelajaran. Tidak ada daya dan kekuatan kecuali dengan izin
Allah dan tidak ada benteng yang terbaik yang melindungi kita dari nafsu setan
kecuali menjauhi fitnah dan tempat fitnah tersebut.(AR)*
Benar tidaknya kisah ini, semoga kita bisa
mengambil pelajaran dan terhindar dari bujuk rayu setan yang setiap saat
mengintai . Dan semoga kelak khusnul khotimah yang kita dapat. Aamiin..
Wallahu a’lam bishowabbi ..
***sumber bundel 6 Qiblati.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar